Pertambangan pengeboran offshore telah dilakukan sejak puluhan tahun yang lalu. Komoditas utamanya berfokus pada minyak bumi, berlian, timah, magnesium, garam, sulfur, emas, dan mineral berat lainnya. Pertambangan lepas pantai ini pertama kali dilakukan di Indonesia pada tahun 1969 ketika ditemukan adanya lapangan minyak lepas pantai di Pamanukan, Jawa Barat. Sejak saat itu hingga sekarang, telah ada sekitar seratus lapangan pertambangan lepas pantai yang telah dieksploitasi.
Apa saja cara Untuk dapat melakukan pengeboran offshore!
Diperlukan adanya offshore platform atau anjungan. Biasanya anjungan diletakkan di lepas pantai dari landas kontinen. Sebuah anjungan lepas pantai memiliki kurang lebih tiga puluh mata bor. Adanya sistem pengeboran offshore Indonesia ini, menandakan semakin majunya teknologi pertambangan serta biaya yang dikeluarkan menjadi lebih layak dan ekonomis.
Proses dari pengeboran offshore Indonesia dimulai dengan mencari reservoir lepas pantai dan menggunakan unit pengeboran bergerak. Kemudian ketika reservoir telah ditemukan, dilanjutkan dengan memasang platform produksi permanen untuk pengerjaan lebih lanjut.
Hasil pengeboran offshore Indonesia kemudian diangkut menuju daratan dengan bantuan offshore container. Berbeda dengan jenis kontainer pada umumnya, offshore container memiliki aturan yang lebih ketat dalam pembuatannya yang harus dipenuhi mengingat kondisi dari medan yang berbahaya. Organisasi Kelautan Dunia (IMO) meminta seluruh pabrik kontainer untuk mendesain, membangun, dan menguji produk mereka sesuai dengan pedoman yang telah IMO buat. Karena kontainer offshore harus dirancang untuk tahan terhadap lingkungan lepas pantai yang keras, belum lagi mereka sering mengangkut hasil tambang yang berbahaya.
Jadi apa saja proses sertifikasinya? Pada dasarnya proses sertifikasi terhadap offshore container hanya berkisar pada perancangan, pembangunan, dan pengujian sesuai dengan pedoman yang telah dibuat oleh IMO.
Tahap pertama adalah penilaian dan persetujuan desain kontainer. Beberapa ketentuan dari IMO di antaranya meliputi dimensi dan peringkat beban, spesifikasi bahan, metode dan ukuran pengelasan, sistem penguncian, apakah memerlukan perlakuan khusus, fitting sudut dan mekanisme penutupan, serta penandaan wajib bagi setiap kontainer.
Tahap kedua adalah survei selama proses pembuatan kontainer. Proses pembuatan diinspeksi oleh surveyor yang memenuhi syarat untuk memastikan bahwa persyaratan kode terpenuhi. Tahap ini meliputi verifikasi dan pengujian bahan, kualifikasi tukang las, penerimaan prosedur las, penerimaan prosedur NDE, saksi dan penerimaan pengujian prototipe, verifikasi identifikasi dan penandaan.
Tahap ketiga adalah pengujian prototipe dari kontainer offshore. Dalam proses persetujuan dari suatu container offshore melibatkan pengujian dari prototipe berdasarkan gambar yang telah diterima. Prototipe harus juga dibangun dengan bahan yang sama seperti yang telah diusulkan sebelumnya.
Setelah semua tahap dilakukan dan didapatkan hasil bahwa offshore container tersebut layak digunakan, maka proses sertifikasi dan uji kelayakan telah selesai.